You need to enable javaScript to run this app.

Tiga Tipe Orang Berdasarkan Isi Obrolannya: Refleksi bagi Guru dan Pegawai

  • Rabu, 18 Juni 2025
  • Administrator
  • 0 komentar

Tiga Tipe Orang Berdasarkan Isi Obrolannya: Refleksi bagi Guru dan Pegawai

Dalam kehidupan sehari-hari, obrolan menjadi bagian tak terpisahkan dari interaksi sosial, baik di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun lingkungan masyarakat. Obrolan mencerminkan isi hati, cara berpikir, bahkan tingkat kedewasaan seseorang. Terdapat tiga tipe orang berdasarkan isi obrolannya: tipe bawah, tipe tengah, dan tipe atas. Ketiganya menjadi cermin bagaimana seseorang mengelola lisan dan pikirannya.

Tipe bawah adalah mereka yang obrolannya dipenuhi keluhan, gosip, sindiran, dan energi negatif. Dalam dunia kerja, khususnya di lingkungan pendidikan, tipe ini kerap menyebarkan ketidaknyamanan. Kelompok ini sering kali menjadikan ruang guru sebagai tempat "curhat tidak sehat", menyalahkan kebijakan tanpa solusi, atau membicarakan rekan kerja tanpa kejelasan. Dalam jangka panjang, lingkungan yang dihuni oleh tipe ini akan dipenuhi ketegangan dan konflik tersembunyi.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjadi pengingat kuat bahwa ucapan dan isi obrolan harus dijaga. Sebagai guru dan pegawai, kita memiliki peran penting dalam menjaga suasana kerja tetap kondusif dengan menghindari kata-kata yang memecah belah.

Tipe tengah adalah orang yang obrolannya berkisar pada kabar, acara, atau kejadian sehari-hari. Mereka tidak membawa pengaruh buruk, tetapi juga belum tentu membawa pengaruh positif. Obrolan ini bersifat netral, seperti membahas cuaca, acara TV, berita selebriti, atau aktivitas harian. Meskipun tidak berbahaya, obrolan semacam ini seringkali tidak menambah nilai pada pengembangan diri maupun lingkungan kerja.

Dalam dunia pendidikan, guru yang terjebak dalam obrolan tipe tengah cenderung menjadi guru yang "biasa saja". Ia hadir, mengajar, dan pulang, tanpa gairah untuk tumbuh atau menumbuhkan. Padahal, profesi guru bukan sekadar penyampai materi, tetapi teladan bagi murid dan rekan sejawat. Al-Qur'an menyebutkan, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali (bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS. An-Nisa: 114).

Tipe atas adalah orang-orang yang obrolannya dipenuhi ilmu, nasihat, wawasan baru, semangat hidup, dan refleksi diri. Obrolan mereka bukan hanya enak didengar, tapi memberi energi positif. Mereka menyadari bahwa setiap kata bisa menjadi ladang amal atau justru menjadi beban di akhirat. Dalam ruang guru, mereka menjadi penyemangat, bukan penghukum. Dalam rapat, mereka memberi solusi, bukan memperkeruh suasana.

Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata, “Jika engkau tidak menyibukkan dirimu dengan hal-hal yang bermanfaat, maka engkau akan disibukkan oleh hal-hal yang tidak bermanfaat.” Tipe atas memilih untuk menyibukkan lidah dan pikirannya dengan hal-hal yang mendidik, menumbuhkan, dan memberi dampak. Inilah karakter guru dan pegawai yang tidak hanya profesional, tetapi juga visioner.

Menjadi tipe atas bukan berarti harus selalu serius atau kaku. Obrolan santai tetap dibutuhkan untuk mempererat hubungan. Namun, orang-orang tipe atas pandai mengarahkan obrolan ringan menjadi lebih bermakna. Misalnya, dari membahas liburan, bisa berkembang menjadi diskusi tentang manajemen waktu atau refleksi spiritual.

Guru dan pegawai dengan karakter tipe atas akan menjadi agent of change di lingkungan madrasah atau sekolah. Mereka tidak harus memiliki jabatan tinggi, tetapi punya pengaruh yang kuat. Ucapannya ditunggu, kehadirannya dirindukan, dan keteladanannya menjadi pelita. Mereka sadar bahwa menjadi guru bukan hanya soal tugas administratif, tapi juga misi peradaban.

Obrolan yang bermutu adalah cerminan hati yang bersih dan akal yang terasah. Karenanya, setiap guru dan pegawai harus senantiasa melakukan muhasabah, meninjau kembali isi obrolan hari-hari yang telah dilalui. Apakah lebih banyak mengeluh atau menginspirasi? Apakah lebih sering membahas orang lain atau membenahi diri sendiri?

Lingkungan kerja yang sehat dimulai dari individu yang sehat jiwanya. Jika satu demi satu guru dan pegawai bertransformasi menjadi tipe atas, maka madrasah atau sekolah tidak hanya akan unggul secara akademik, tapi juga matang secara spiritual dan sosial. Bukankah ini bagian dari misi kita sebagai pendidik?

Menutup artikel ini, mari kita renungi firman Allah SWT: “Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18). Betapa setiap obrolan memiliki konsekuensi. Maka, jadikanlah lisan kita sebagai jalan menuju kebaikan, bukan kehancuran.

Sebagai guru dan pegawai, kita dituntut bukan hanya cakap berbicara, tetapi juga bijak memilih isi obrolan. Mari kita pilih menjadi pribadi tipe atas: yang menghadirkan ilmu, inspirasi, dan harapan di setiap kata. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang menjaga lisan dan menebar manfaat.

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

Jiyanto, S.E

- Kepala Sekolah -

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Pendidikan adalah produk kreatifitas yang sangat luar biasa, aktifitas pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah usaha untuk...

Berlangganan
Jajak Pendapat

Bagaimana pendapat anda mengenai web madrasah kami ?

Hasil
Banner