Kurikulum Cinta Dimulai dari Guru
- Kamis, 15 Mei 2025
- Administrator
- 1 komentar

Kurikulum Cinta Dimulai dari Guru
Artikel ini bermula dari sebuah postingan Instagram @gtk_madrasah yang menyuarakan sebuah gagasan mulia: Kurikulum Cinta. Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa Kurikulum Cinta adalah arah baru dalam pendidikan Islam yang menempatkan kasih sayang dan spiritualitas sebagai pondasi utama. Sebuah pendekatan yang menumbuhkan harmoni antara manusia dan alam, serta mendorong kesadaran beragama yang lebih humanis dan inklusif.
Di tengah arus perubahan zaman dan tantangan pendidikan modern, Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Menteri Agama, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, mencanangkan sebuah arah baru yang menyentuh nurani: Kurikulum Cinta. Bukan sekadar inovasi kurikulum, ini adalah gerakan hati, sebuah perjalanan spiritual yang menempatkan kasih sayang sebagai fondasi utama pendidikan Islam.
Kurikulum Cinta tidak lahir dari ruang akademik semata, melainkan tumbuh dari kesadaran akan pentingnya menghadirkan kemanusiaan dalam setiap sudut ruang belajar. Ia adalah pelita yang menerangi ruang-ruang kelas, bukan hanya dengan cahaya pengetahuan, tetapi dengan kehangatan empati dan kasih.
Namun, sebelum cinta hadir di buku-buku teks dan rencana pelajaran, ia harus lebih dulu hidup di dalam diri guru. Guru adalah jantung dari kurikulum ini. Dari tangan dan hatinya, cinta ditanamkan. Dari tutur katanya, empati ditumbuhkan. Dari teladan hidupnya, anak-anak belajar menjadi manusia seutuhnya.
Guru bukan hanya sosok yang mentransfer ilmu, tetapi pribadi yang mencerminkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan nyata. Dalam Kurikulum Cinta, guru wajib menjadi teladan dalam pelaksanaan dan ketaatan beragama. Ibadah yang khusyuk, akhlak yang santun, serta kejujuran dan kesederhanaan menjadi bagian dari keseharian yang memberi inspirasi nyata bagi peserta didik.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
"Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam."
(QS. Al-Anbiya: 107)
Ayat ini menjadi roh dari Kurikulum Cinta. Guru dipanggil untuk menjadi pancaran rahmat dalam lingkup kecil bernama ruang kelas. Dari tangan gurulah rahmat itu mengalir, menjangkau hati para siswa dan menyinari masa depan mereka.
Pendidikan dengan cinta melahirkan ruang kelas yang inklusif—tempat perbedaan dirangkul, bukan dijauhi. Di ruang ini, anak-anak belajar bahwa keyakinan tidak harus memisahkan, tapi bisa menjadi jembatan untuk saling memahami. Mereka dibimbing bukan dengan ketakutan, melainkan dengan kasih.
Kurikulum Cinta juga membuka jalan untuk harmoni antara manusia dan alam. Ia mengajarkan bahwa spiritualitas sejati tak hanya menyangkut hubungan vertikal dengan Tuhan, tapi juga horizontal dengan sesama makhluk-Nya. Alam dijaga, lingkungan dihormati, karena cinta kepada Sang Pencipta tak bisa dilepaskan dari cinta kepada ciptaan-Nya.
Guru dalam Kurikulum Cinta bukan hanya pengajar, tapi pendamping jiwa. Ia hadir bukan untuk menghakimi, tapi mendengarkan. Ia tidak sekadar menyampaikan materi, tapi menemani proses pencarian makna hidup para siswanya. Di tangannya, pendidikan kembali menjadi ladang subur bagi tumbuhnya nilai-nilai luhur.
Bayangkan ruang kelas di mana anak merasa aman untuk menangis, tertawa, bertanya, dan bahkan salah. Di sana, kesalahan bukan dosa yang harus dihukum, tapi batu loncatan menuju pemahaman yang lebih dalam. Di sana, keberhasilan bukan soal nilai semata, tapi tentang menjadi manusia yang utuh dan peduli.
Rasulullah SAW pun bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 273)
Hadis ini memperkuat dasar bahwa pendidikan sejati adalah tentang pembentukan akhlak mulia. Dan siapa lagi yang bisa memulai proses ini kalau bukan guru yang menanamkan cinta dalam setiap proses belajar?
Mari kita mulai dari diri kita sendiri. Mari kita bawa cinta ke ruang kelas, ke rapat guru, ke evaluasi pembelajaran, bahkan ke dalam administrasi. Karena cinta tidak pernah kehilangan tempatnya. Dan bila pendidikan ingin menjadi jalan menuju peradaban yang lebih baik, maka cinta harus menjadi langkah pertamanya.
Kurikulum Cinta bukan sekadar program. Ia adalah panggilan. Dan kita, para guru, adalah utusannya. Semoga dari tangan kita yang penuh kasih dan hati yang taat, lahir generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijak, lembut hatinya, kuat jiwanya, dan kokoh dalam iman. (JYT)
1 Komentar
Artikel Terkait

"Cari Kerja Itu Susah, Jangan Bikin Susah Orang Lain": Pesan Salah Satu Tokoh Masyarakat di Reo
Senin, 15 September 2025

Tolak Ukur Sukses Maulid Nabi Muhammad SAW dalam Pendidikan Generasi Z melalui Kurikulum Berbasis Cinta
Sabtu, 06 September 2025

Refleksi HUT ke-80: Meneguhkan Jiwa Guru dan Siswa di Era Digital melalui Bingkai Kurikulum Cinta
Sabtu, 16 Agustus 2025